Sekitar limabelas orang tengah menari di atas panggung yang
didesain khas adat Jawa Tengah. Cahaya lampu kuning menerangi seluruh sudut
ruangan. Alunan musik Jawa mengiringi penari yang mengenakan kebaya lengkap
dengan selendang batik. Kemudian, enam orang membentuk formasi persegi panjang
dan membentangkan bendera merah putih di tengah panggung.
Tak lama setelah penari membuka acara opera, dua lelaki naik
ke atas panggung. Dua pria ini mengenakan baju batik dan blangkon di atas
kepalanya. Sambil menari, kedua pria itu bernyanyi mengikuti irama musik dengan
lantun Jawa Tengah.
“Ana cerita jegal-jegalan. Landa duwe karep. Wonge dewek
malah mingslep. Bisane mung paido-paidonan,” itulah sepenggal prolog yang
menggambarkan penjajahan Belanda di Tegal, Jawa Tengah. Prolog ini menceritakan
seseorang yang menginginkan jabatan dengan cara licik.
Seusai pembacaan prolog, pria berpakaian batik merah dan
blangkon melawan pihak Belanda yang saat itu menguasai Tegal. Pria itu bernama
Mas Cilik dan memiliki jabatan sebagai Lurah. Ia tak terima dengan kebijakan
semena-mena Belanda dalam memilih Bupati Tegal yang dijabat oleh Tumenggung
Sostronegoro. Kekesalan Mas Cilik bertambah saat melihat penembakan oleh
Belanda terhadap pribumi yang tak patuh melakukan tanam paksa.
Awalnya, Mas Cilik bersekutu dengan Mas Rangga (Patih Tegal)
dalam melawan Tumenggung Sosronegoro. Mereka tak terima karena Sosronegoro
bukan orang asli Tegal. Sosronegoro juga pemimpin yang berada di bawah
kekuasaan Belanda. Perlawanan kedua belah pihak berlangsung sengit saat berebut
wilayah Tegal.
Saat Sosronegoro wafat karena usianya yang tua, Belanda
menunjuk Mas Rangga menjadi Bupati Tegal. Melihat hal itu, Mas Cilik merasa
dikhianati oleh Mas Rangga. Ia pun menyatakan perang ke pihak Mas Rangga.
Belanda tak tinggal diam, mereka membantu Mas Rangga dalam
melawan Mas Cilik. Kemudian, Mas Rangga membunuh Mas Cilik beserta para
pengikutnya. Beberapa warga menangisi kematian Mas Cilik karena ia dikenal
sebagai pembela kaum pribumi. Mereka juga mengutuk kepemimpinan Mas Rangga yang
dinilai tidak bertanggungjawab.
Opera yang bertajuk Brandal Mas Cilik ini diselenggarakan
oleh Teater Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Adiwerna, Tegal, Jawa
Tengah (Jateng) di Anjungan Jateng Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Minggu
(20/9). Tak hanya itu, Bupati Tegal, Enthus Susmono turut hadir dalam Opera
tersebut.
Sebagai Ketua Pelaksana, Yono Daryono mengatakan cerita
tersebut bertujuan agar hati-hati dalam memilih pemimpin. “Masyarakat harus
berkaca pada sejarah agar tidak terjebak dalam janji-janji yang menyesatkan,”
katanya, Minggu (20/9).
Salah satu pengunjung asal Tegal, Yuni Rahmawati mengaku
senang dan antusias dalam pertunjukan tersebut. “Selain melek sejarah, banyak
nilai tentang tanggungjawab sebagai pemimpin dalam pentas itu,” ujarnya.
*Tulisan ini juga dimuat di Website LPM Institut UIN Jakarta
0 Comments