Pusat Studi Power Air Indonesia (PSAPI) kembali menyelenggarakan pertemuan antar anggotanya di Jakarta, Kamis (3/10). Dalam agenda ke sepuluh tersebut, PSAPI membahas tentang pengendalian ruang udara atau Flight Information Region (FIR) dan kondisi penerbangan yang ada di Papua. Dalam pertemuan itu, turut hadir Chappy Hakim selaku Pendiri PSAPI.
Saat ini, pemerintah Indonesia tengah fokus membahas FIR. Jadi, tema FIR akan kita jadikan diskusi dan dicatat sebagai masukan,” kata Chappy di Ruang Wartawan Forum Wartawan Perhubungan (Forwahub), Kementerian Perhubungan.
Berbagai masukan mengenai FIR menjadi pembahasan dalam diskusi tersebut. Pemberi masukan dalam pertemuan PSAPI ke sepuluh kali ini yaitu Akademisi Hukum Udara Supriabu, Mantan Diplomat Senior Makarim Wibisono, Mantan Pilot Garuda Shadrach Nababan, Erris Herryanto selaku purnawirawan Masdya TNI AU, Indra Setiawan selaku Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Soeratman Doerachman selaku Advisor Flybest, Frans Wenas selaku Mantan Pilot Polisi Udara, dan Christian Bisara selaku Inspektur Penerbangan Senior.
Selain pembahasan FIR, forum ini juga membahas tentang kondisi penerbangan di Papua. Christian Bisara selaku Mantan Direktur Sertifikasi dan Kelaikan Udara (DSKU, sekarang DKPPU) menyatakan bahwa kondisi infrastruktur penerbangan di Papua sudah mulai maju.
“Di Papua sudah dipasang Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADSB) sebagai sistem pengamatan penerbangan. Dengan teknologi ini, petugas pengatur lalu lintas penerbangan akan memperoleh informasi posisi, kecepatan, mode-S address, arah, call sign, dan lain-lain,” katanya.
Christian menambahkan, adanya teknologi ini nantinya akan mampun meningkatkan keselamatan dan kapasitas ruang udara. Namun untuk memaksimalkan kegunaannya, teknologi ini harus dibarengi dengan teknologi yang sudah dimiliki oleh pesawat udara tersebut, seperti GPS-route, tambahnya.
Frans Wenas menyatakan, walaupun begitu, instrumen apapun yang digunakan, penerbangan di Papua tetap harus terbang Virtual Flight Rules (VFR). “Penerbangan dengan visual menjadi sebuah kewajiban saat berada di Papua,” jelasnya.
Menanggapi Frans, Chappy menyatakan bahwa penerbangan di papua yang dikenal dengan “bush flying area” dianggap terlalu riskan dan memerlukan pilot khusus. Walaupun begitu, Chappy mengatakan bahwa penerbangan di mana ternyata sama saja. “Yang penting tetap mengacu pada regulasi, maka penerbangan akan berjalan dengan aman,” kata Chappy.

*Artikel ini telah tayang di Airmagz.com