Sumber: Businesstraveller |
Pemerintah China baru
saja meresmikan Bandara Internasional Daxing pada Rabu (25/9) lalu dengan kode
PKX. Bandara baru ini memiliki desain unik, yakni terlihat seperti bintang laut
apabila dilihat dari atas. Dengan luas lahannya yang mencapai 47 km persegi,
Daxing digadang menjadi sumber pendapatan baru sekaligus bandara terbesar dan
tersibuk di dunia.
Ide pendirian Bandara Daxing sendiri sudah muncul sejak 2008 lalu. Pemerintah
Tiongkok baru merealisasikan pembangunan pada 2014. Bandara yang berlokasi 50
km dari selatan Beijing ini ditujukan untuk menggantikan peran Bandara
Internasional Beijing Capital (BCIA).
Di Beijing sendiri ada dua bandara internasional lain, yakni BCIA dan
Bandara Beijing Nanyuan (NAY). Bandara Nanyuan sendiri merupakan bandara pertama
Beijing sekaligus tertua yang ada di China dan sudah beroperasi selama 109
tahun lamanya. Namun, Bandara Nanyuan saat ini hanya melayani penerbangan China
United Airlines. Selain itu, bandara tersebut juga ditutup bersamaan dengan
peresmian Bandara Daxing.
Sedangkan bandara internasional lainnya, BCIA, menjadi pintu masuk utama
penerbangan ke Beijing. Sejak dioperasikan pada 1978 lalu, BCIA merupakan salah
satu bandara tersibuk di dunia—kedua setelah Bandara Atlanta-Hartsfield Jackson
di Amerika Serikat. Pada 2018 lalu, bandara mencatat rekor karena telah
melayani 100 juta penumpang selama setahun. Padahal, BCIA dirancang untuk
mengakomodir 85 juta penumpang tiap tahunnya.
Akibat penuhnya layanan, BCIA menjadi bandara dengan tingkat kepadatan
dan keterlambatan yang tinggi. Untuk itulah, pemerintah Tiongkok membuat
Bandara Daxing sebagai bandara alternatif dalam meminimalisir penumpukan barang
dan penumpang. Namun Daxing bukan hanya digadang sebagai bandara pendamping,
tetapi China merancang bandara ini sebagai pengganti peran BCIA. Ini dibuktikan
dengan biaya pembangunan yang mencapai 80 miliar yuan atau setara dengan
Rp158,7 triliun.
Sumber: Skift |
Daxing sendiri didirikan di atas lahan seluas 47 km persegi, nyaris
setengah dengan luas Hong Kong. Luas bangunannya pun mencapai 700 ribu meter
persegi, atau 100 kali lapangan bola. Terminal utamanya dibangun pada lahan
sebesar 1 juta meter persegi yang menjadikannya sebagai terminal kedua terluas
di dunia setelah Terminal 3 Bandara Internasional Dubai yang luasnya mencapai
1,7 meter persegi. Walaupun begitu, ukuran area yang dibangun (built up area) Terminal Daxing lebih
luas dibandingkan Terminal 3 Dubai, yakni 695 ribu meter persegi berbanding 670
ribu meter persegi.
Terminal ini disiapkan untuk melayani lebih dari seratus juta penumpang
dan empat juta ton kargo per tahun. Namun, pengelola bandara menargetkan bahwa
terminal ini mampu mengangkut 45 juta penumpang pada 2021, 72 juta penumpang
pada 2025, dan 100 juta pada 2040 mendatang.
Desain bandara ini berbentuk bintang laut pada bagian atapnya. Karya ini
diciptakan oleh seorang arsitek Inggris kelahiran Irak, Dame Zaha Mohammad
Hadid—atau yang biasa dikenal Zaha Hadid—dan bekerja sama dengan perusahaan
teknik Aeroports de Paris (ADP). Rancangan ini disetujui oleh Pemerintah China
pada Februari 2015 lalu. Sayang, Hadid wafat pada 2016 dan tak bisa menyaksikan
karya fenomenalnya tersebut.
Pendaratan pertama di Daxing dilakukan pada 22 Januari 2019. Pada 13 Mei
2019, empat maskapai China yang terdiri dari China Southern Airlines dengan
pesawat Airbus A380, China Eastern Airlines
dengan pesawat A350-900, Air China (Boeing B747-8), dan Xiamen Airlines
(B787-9), melakukan uji penerbangan di sana.
Bandara ini juga menerapkan teknologi perjalanan cerdas berbasis 5G yang
diluncurkan oleh China Eastern Airlines, China Unicom Beijing, dan Huawei.
Penggunaan teknologi ini nantinya akan mendukung berbagai fitur, seperti
pengenalan wajah, pemanfaatan aplikasi cerdas, dan layanan bagasi nirketas bagi
setiap penumpang. Penggunaan 5G (yang kecepatannya mencapai 1,2 GB per detik),
AI, dan AR dalam layanan ini dibuat untuk menjadikan standar baru untuk
mewujudkan bandara pintar di masa depan.
Dengan adanya teknik pengenalan wajah ini, penumpang tak perlu lagi
menggunakan kartu tanda pengenal atau memindai kode penerbangan. Mereka bisa
menuntaskan seluruh proses transaksi dengan hanya melakukan pemindaian wajah,
mulai dari pembelian tiket, check in,
penitipan bagasi, pengecekan keamanan, hingga waktu menjelang penerbangan.
Selain penumpang, para awak pesawat dan pegawai bandara bisa membantu
penumpang untuk memberikan pelayanan berupa pencarian kursi hingga memberikan
informasi agar tidak terlambat naik pesawat. Meskipun semua berdasarkan data,
penumpang tak perlu khawatir dengan jejak digital yang sudah digunakan. Pihak
China Eastern Airlines memberikan memori yang aman untuk menampung data para
penumpang. Jika penumpang sudah konfirmasi naik ke pesawat, maka data itu juga
otomatis akan dihapus.
Letaknya yang jauh dari Beijing dan macetnya lalu lintas, penumpang tetap tidak perlu khawatir. Pemerintah China telah membangun fasilitas kereta cepat Daxing-Beijing yang bisa dilalui hanya dengan waktu 20 menit. Selain itu, mereka juga tengah membangun kereta bawah tanah yang menghubungkan Daxing dengan Beijing, BCIA, dan beberapa kota terdekat lainnya.
*Artikel ini telah tayang di Majalah Airmagz edisi November 2019
0 Comments