Foto: liputan6.com

Lokasi geografis Indonesia yang terdiri dari berbagai kepualauan membuat kesenjangan ekonomi. Oleh karenanya, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan program Angkutan Perintis. Program ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat di wilayah terluar, terpencil, dan tertinggal, menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Awal tahun 2020 menjadi momentum pemerintah dalam merealisasikan program penerbangan perintis. 9 Januari 2020, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sepakat menandatangi kontrak kerja sama penerbangan perintis antara Koordinator Wilayah (Korwil) dengan Operator Pelaksana. Penandatanganan kontrak kerja sama ini melibatkan 14  Korwil, yakni Korwil Tarakan, Gunung Sitoli, Debo Singkep, Dekai, Manokwari, Kuala Pembuang, Samarinda, Langgur, Sorong, Masamba, Timika, Ternate, Tanah Merah, dan Merauke.

Maria Kristi Endah Murni selaku Direktur Angkutan Udara menjelaskan, penandatanganan kontrak kerja sama antara Korwil dengan Operator Pelaksana dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan dan konektivitas. Sehingga, pemerintah bisa hadir dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah terluar, terpencil, dan tertinggal akan kebutuhan angkutan udara perintis penumpang, angkatan udara perintis kargo, dan subsidi angkutan udara kargo.

Penerapan angkutan udara perintis ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 79 Tahun 2017. Dalam aturan tersebut, angkutan udara perintis merupakan kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.

Dalam paparannya, Maria mengutarakan bahwa penandatanganan kontrak ini dilakukan secara bertahap. Awalnya, penandatanganan dan penyerahan kontrak dilakukan pada Desember 2019 lalu yang melibatkan beberapa korwil. Korwil yang menandatangi kontrak pada Desember 2019 itu adalah Nabire, Sumenep, dan Timika. Sedangkan satu korwil lain melakukan tanda tangan kontrak pada 3-6 Januari 2020, yakni Wamena.

Penandatangan kontrak ini masih akan terus dilakukan hingga pertengahan Januari 2020. Maria mengatakan, ada empat korwil yang akan melakukan penandatangan pada 10-16 Januari. Korwil itu yakni Masamba, Sinabang, Eleim, dan Mangaipu.

Adapun angkutan udara perintis ini total berjumlah 188 rute. Rute ini terbagi ke dalam berbagai daerah. Untuk Sumatera terdiri dari tiga korwil dan empat rute. Jawa terdiri dari satu korwil dan tiga rute. Kalimantan terdiri dari tiga korwil dengan 25 rute. Nusa Tenggara Timur terdiri dari satu korwil dan empat rute. Sedangkan daerah paling banyak jatuh pada Papua dengan sembilan korwil dan 116 rute.

Sedangkan untuk angkutan udara perintis kargo terdiri dari tiga daerah yakni Kalimantan, Sulawesi, dan Papua dengan total 27 rute. Untuk perinciannya, Kalimantan tiga rute, Sulawesi tiga rute, dan Papua dengan 22 rute. Sementara untuk subsidi perintis kargo diperuntukkan ke wilayah Timika, Papua.

Budiyanto selaku Kasubdit Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal dan Bukan Niaga Dit Angut menjelaskan, proses pelaksanaan kontrak angkutan udara perintis ini sudah dimulai sejak Februari 2019 lalu. Agenda pertama yang dilakukan yakni Rapat Koordinasi Angkutan Udara Perintis (Rakortis) I, yang kemudian dilanjutkan dengan Rakortis II pada Juli 2019. Rakortis ini membahas tentang penerapan rute yang telah diusulkan oleh pemerintah daerah setempat, baik itu rute baru ataupun rute lama yang sudah dijalankan sebelumnya.

Setelah disepakati, barulah Ditjen Hubud melaksanakan sosialisasi penerbangan perintis kepada seluruh badan usaha angkutan udara. Sosialisasi ini dilaksanakan pada Oktober 2019 lalu. Kemudian, dibuatlah proses pelelangan yang nantinya akan dilaksanakan pada 2020 dengan mendaftarkan kepada Kementerian Perhubungan.

“Setelah semuanya selesai, agenda terakhir sebelum dimulainya angkutan udara perintis ini yakni pengesahan melalui kontrak. Dengan kontrak ini, maka seluruh pihak terkait akan melaksanakan tugasnya hingga akhir tahun 2020 nanti,” kata Budiyanto dalam paparannya di Kantor Kemenhub, Kamis (9/1).

Dalam presentasinya itu, Budiyanto juga memaparkan berbagai dokumentasi yang dilakukan Ditjen Hubud saat melaksanakan penerbangan perintis. Lewat video, ia menceritakan bagaimana kondisi bandara di Papua dan berbagai kebutuhan pokok yang disalurkan lewat angkutan udara kepada masyarakat yang ada di sana. Dalam video itu, salah satu pihak bandara mengatakan bahwa program angkutan udara perintis ini sangat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok yang tidak ada di wilayahnya.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B. Pramesti menyatakan bahwa Angkutan Udara Perintis merupakan sebuah program prioritas Ditjen Hubud demi mendukung program pemerintah, terutama Presiden RI. Program pemerintah ini tertuang dalam Visi dan Misi Presiden ke-5, yakni menjamin APBN yang fokus dan tepat sasaran.

“Selain membuka daerah yang terpencil, tertinggal, dan terluar (3T), angkutan perintis diharapkan dapat membantu pemerataan pembangunan sehingga membuka potensi ekonomi, pariwisata, dan investasi di wilayah tersebut. Menjadi tugas negara untuk hadir di wilayah-wilayah tersebut untuk menyambungkan konektivitas,” pungkas Polana, Kamis (9/1).

Untuk tahun ini, Polana menggelontorkan anggaran untuk angkutan penerbangan perintis sebesar Rp500 miliar. Anggaran ini ditentukan lewat rapat yang dijalankan sebelum penandatanganan kontrak. Selain itu, penetapan daerah juga ditentukan oleh permintaan Pemerintah Daerah masing-masing sebelum ditetapkan sebagai daerah yang masuk ke program tersebut.

Meski begitu, Polana tak menampik bahwa daerah yang sudah ditetapkan masih bisa diubah. Menurutnya, apabila ada daerah yang anggarannya tidak terpakai, maka anggaran itu akan dioptimalisasi ke daerah lain.

Berkaca dari tahun lalu, program Angkutan Udara Perintis ini mengalami penerapan anggaran sebesar 95 persen. Menurut Polana, penyerapan anggaran bisa dilakukan secara maksimal apabila tidak terjadi kendala di lapangan, seperti cuaca ataupun keamanan.

“Apabila maksimal, maka perintis ini bisa berdampak pada penurunan harga bahan pokok di masyarakat. Contohnya, harga-harga barang ini bisa turun dari 47 hingga 50 persen. Beras yang awalnya Rp800 ribu turun menjadi Rp500 ribu,” kata Polana.

Untuk membuat Angkutan Udara Perintis ini berjalan secara efektif dan efisien, Polana memberikan beberapa poin penting. Pertama, lakukan koordinasi antara Korwil/KPA dengan Otoritas Bandara dalam melakukan evaluasi kelaikan sarana dan prasarana bandara. Kedua, Korwil/KPA harus tegas dan konsisten dalam melakukan pengawasan terhadap operator penyelenggara sesuai dengan kontrak yang disepakati. Ketiga, komitmen yang dilakukan antara Korwil dengan operator menjadi tolak ukur untuk meneruskan pelayanan di tahun berikutnya.

Keempat, KPA/Korwil wajib melaporkan hasil pengawasan kepada Dirjen Hubud dan Kepala Kantor Otoritas Bandara tiap sebulan sekali. Kelima, KPA/Korwil wajib melakukan evaluasi penyelenggaraan dan subsidi biaya angkutan tiap enam bulan sekali. Terakhir, operator pelaksana diharapkan dapat mengantisipasi apabila terjadi masalah di lapangan.

Dalam pelaksanaannya, operator yang telah melayani rute perintis adalah Susi Air, Dimonim Air, dan Trigana Air Service. Sedangkan pada tahun 2020 ini, dua operator pendatang pun turut berpartisipasi. Kedua operator baru ini yakni Smart Cakrawala dan Asian One.

*Artikel ini telah tayang di Majalah Airmagz edisi Januari 2020