Sumber: simienimage.com


Ketika berbicara gurun, sebagian orang menyangka bahwa tempat itu hanyalah sebuah padang pasir dengan keadaan suhu yang amat panas. Namun berbeda saat mereka melihat Gurun Danakil. Gurun ini memiliki kandungan belerang yang menghasilkan pemandangan warna-warni nan menakjubkan. Meski begitu, tempat ini menjadi tempat terpanas dengan suhu normalnya yang mencapai 50 derajat celcius.

Gurun Danakil ini terletak di kawasan Benua Afrika, tepatnya di wilayah Segitiga Afar, yang membentang seluas 136.956 kilometer persegi. Wilayah Segitiga Afar ini mencakup tiga negara di Afrika, yakni timur laut Ethiopia, selatan Eritrea, dan barat laut Djibouti. Segitiga Afar sendiri merupakan sebuah kawasan yang diyakini sebagai tempat lahir evolusi umat manusia. Wilayah ini juga merupakan titik terendah di Afrika dengan ketinggian pada 155 meter di bawah permukaan laut.

Selain berada di wilayah terendah, Gurun Danakil juga dikenal sebagai tempat terpanas di bumi. Sepanjang tahun, suhu rata-rata di wilayah ini memilii temperatur 34,5 derajat celcius. Sedangkan suhu hariannya mencapai 50 derajat celcius. Tak ayal, banyak media massa asing yang menjuluki Gurun Danakil sebagai ‘Pintu Masuk ke Neraka’.

Meski dikenal sebagai tempat terpanas, Gurun Danakil justru menawarkan pesona kecantikannya. Area gurun ini berisikan tanah dan bebatuan yang berwarna-warni. Selain di permukaan, beberapa danau yang ada di sisi Gurun Danakil juga berwarna kehijauan hingga kuning. Perpaduan warna-warni ini dihasilkan dari berbagai zat yang menempel dalam batuannya, seperti belerang, sulfur, mineral, hingga garam.

Pesona warna-warni yang ditunjukkan Gurun Danakil sendiri tercipta dari sebuah pertemuan lempeng tektonik yang sangat aktif bernama Afar Triple Junction. Afar Triple Junction ini merupakan pertemuan retakan tiga lempeng tektonik yang memotong wilayah Ethiopia, Eritrea, dan Djibouti. Retakan ini masih terus aktif hingga saat ini. Saking aktif dan besarnya, Gurun Danakil diprediksikan tenggelam menjadi samudera pada sepuluh juta tahun ke depan.

Dampak dari lempengan ini juga membuat salah satu sudut di Gurun Danakil memiliki kandungan garam yang tinggi. Kandungan garam ini terbentuk dikarenakan karena adanya lempengan tektonik yang berasal dari Afar Triple Junction. Kawasan Afrika sendiri merupakan wilayah yang banyak memiliki gunung berapi aktif. Gunung api inilah yang sering mengeluarkan magma aktif pada jutaan tahun lalu yang kemudian membeku.

Saat magma mulai menembus kerak bumi, benda ini pun memecah Semenanjung Arab dari Afrika yang kemudian menciptakan Laut Tengah dan Teluk Aden. Saat magma mendingin, benda ini kemudian memadat dan tenggelam. 30 ribu tahun lalu, sebagian wilayah Afar yang terbentuk dari magma ini kemudian dibanjiri oleh Laut Merah. Setiap aliran dari laut inilah yang kemudian menguap dan membeku. Garam yang membeku inilah yang kemudian membentuk danau di wilayah Gurun Danakil.

Rentetan peristiwa alam yang membentuk Gurun Danakil ini juga menciptakan sebuah kawah-kawah belerang yang memiliki ketebalan permukaan mencapai 2 km. Kawah belerang inilah yang kemudian menjadi daya tarik wisatawan karena pemandangannya bagaikan pantulan cermin yang memesona. Saat malam hari pun, para wisatawan juga dimanjakan dengan panorama kawah api abadi yang terdapat di Gurun Danakil.

Sumber: atlasofhumanity.com

Garam sebagai Komoditas Perdagangan
Sebagai wilayah yang memiliki suhu harian yang mencapai 50 derajat celcius, ketinggian 155 meter di bawah permukaan laut, dan curah hujan rendah dengan kisaran 100-200 mm per tahunnya, Gurun Danakil menjadi sebuah tempat yang tak layak dihuni manusia. Banyak media asing yang menyebutkan bahwa tempat ini sama halnya dengan tempat tinggal alien. Meski begitu, ternyata gurun ini masih ditempati oleh sekumpulan orang yang dikenal dengan Suku Afar.

Orang-orang Suku Afar telah menghuni Gurun Danakil ini selama berabad-abad lamanya. Mereka bertahan hidup dengan cara menyuling garam dari danau yang ada di kawasan tersebut. Mereka menambang garam dan mengangkutnya dengan unta. Kemudian mereka mengantarkan garam-garam tersebut untuk dijual ke kota terdekat yang memakan waktu perjalanan selama dua hingga tiga hari lamanya.

Garam-garam ini dipecahkan ke dalam blok-blok garam yang lebih kecil. Fokolo (ekstraktor) dan Edele (pemotong) kemudian memasukkan garam hasil pecahannya ke dalam panci besar yang kemudian dibawa ke pasar menggunakan unta dan keledai secara rombongan. Garam-garam ini dibentuk menjadi seukuran ubin yang disebut ganfur (4 kg) dan ghelao (8 kg). Di masa lalu, garam juga bisa digunakan sebagai bentuk mata uang di wilayah tersebut. Namun saat ini para penambang sudah menggunakan uang tunai sebagai nilai transaksi.

Kafilah unta ini dulunya digunakan untuk mengangkut garam sampai ke Mekele, ibu kota provinsi bagian barat Ethiopia. Saat itu, Mekele menjadi tempat garam didistribusikan ke wilayah-wilayah lain di Ethiophia dan di semenanjung Afrika Timur. Namun saat ini kondisi sudah lebih baik. Jalan aspal sudah mulai dibangun. Kendaraan besar seperti truk sudah bisa mengambil bongkahan garam dari daerah tersebut.

Meski menjadi mata pencaharian utama, Suku Afar tetap tak bisa mengklaim bahwa Gurun Danakil adalah wilayah kekuasaannya. Wisatawan pun bisa untuk berkunjung ke sini. Namun, mereka harus mematuhi syarat dan ketentuan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain karena kondisi alam yang ekstrim, Suku Afar juga dikenal sebagai perangai yang garang, angkuh, dan tidak ramah. Ini dikarenakan faktor lingkungan yang membentuk kerasnya watak mereka.


*Artikel ini telah tayang di Majalah Airmagz edisi Januari 2020