Sumber: Republika.co.id |
Kebersamaan adalah suatu hal yang dilakukan oleh seorang
manusia dengan manusia yang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Ini merupakan
hal yang lumrah dilakukan sebagai makhluk sosial. Kebersamaan memiliki makna
sebuah ikatan yang terbentuk karena rasa kekeluargaan/persaudaraan dalam suatu
komunitas atau kelompok yang lebih dari sekadar bekerja sama.
Berbeda dengan bekerja sama, kebersamaan lebih berarti
dikarenakan dalam mencapai tujuan tertentu setiap orang harus memiliki tenggang
rasa. Biasanya dalam kebersamaan terbentuklah suatu komunitas yang bahkan lebih
dari sekedar sahabat. Jika sahabat hanya membentuk sebuah komunitas atau yang
biasa disebut “genk”, kebersamaan membentuk sebuah keluarga.
Dalam kebersamaan sendiri, terdapat beberapa unsur yang
harus diciptakan dan dijaga. Unsur yang pertama ialah satu visi dan misi.
Karena dalam sebuah organisasi, visi dan misi harus sama dan selaras sehingga
terbentuklah sebuah keluarga yang harmonis. Jika berbeda, maka timbullah berbagai
perpecahan yang akan mengakibatkan hancurnya tujuan dari sebuah organisasi.
Unsur yang kedua adalah tidak egois. Egois merupakan sikap
yang harus dihindari dalam sebuah organisasi. Karena sifat egois adalah sifat
yang individualis, yaitu sikap yang lebih kepada kepentingan sendiri.
Organisasi merupakan lembaga yang terdiri dari beberapa individu. Sehingga
tujuan antara individu satu sama lain tidaklah sama.
Lalu ada kerendahan hati, kerendahan hati disini maksudnya
adalah sebagai makhluk individu kita harus rendah hati kepada sesama. Jika ada
salah satu anggota yang belum bisa melaksanakan tugas, seharusnya dibantu oleh
yang bisa. Jangan berbuat sombong, karena di atas langit masih ada langit.
Yang terakhir adalah sifat rela berkorban. Sebagai anggota
organisasi, rela berkorban merupakan sifat yang harus ditanamkan dalam individu
masing-masing. Misalnya jika ada salah satu anggota yang tidak bisa mengahadiri
acara, maka anggota yang lainnya harus siap menggantikan. Karena sebagai sebuah
organisasi, para anggota haruslah memiliki sifat yang siap mengisi, bukan
membebani orang yang tidak dapat melengkapi.
Dalam membentuk sifat kebersamaan, haruslah ditanamkan sejak
awal. Misalnya pada saat perkenalan masing-masing anggota yang akan menjadi
bagian dari organisasi. Dari awal perkenalan, para peserta diharuskan saling
mengenal satu sama lain. Setelah mengenal, saling adanya keterikatan. Ketika
sifat keterikatan mulai muncul, tahap selanjutnya adalah memiliki sifat saling
melengkapi.
Di sini saya sebagai penulis akan menceritakan timbulnya
pengalaman kebersamaan yang timbul berdasarkan kajian empiris. Ketika saya masuk ke kampus Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, saya belum menemukan teman yang sesuai dengan
karakter saya. Saya masih ragu-ragu dalam memilih teman. Lalu akhirnya saya
menemukan beberapa teman yang sesuai dengan ideologi saya. Ketika perkenalan
berjalan satu bulan sampai dua bulan, barulah saya mencoba beradaptasi dengan
mereka.
Setelah kami saling mengenal satu sama lainnya, kami pun
akhirnya sering-sering melakukan kegiatan bersama. Berawal dari nongkrong
bareng, makan bareng, sampai akhirnya tidur bareng di satu tempat yang sama.
Dari kegiatan ini pula kami saling mengetahui sisi negatif dan positif yang
kami miliki. Di balik itu semua, akhirnya kami pun saling mengerti dengan sifat
manusia yang unik itu.
Kami saling mengenal, saling melengkapi, bahkan berjuang
bersama. Klimaksnya kami ditunjuk sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HMJ), bahkan dalam organisasi HMJ kami berada dalam divisi yang sama, yakni
divisi Litbang (Penelitian dan Pengembangan). Bahkan beberapa orang sering
menanyakan jika salah satu dari kami tidak hadir maka bisa dikatakan tidak
lengkap. Di sini kami pun merasa bangga dan tetap mempertahankan kebersamaan
kami.
Setelah berjalan satu semester, kampus UIN pun libur. Di sini
saya merasa amat kehilangan dengan teman saya itu. Bagaimana tidak, kami libur
selama dua bulan, dan di saat liburan kami mempunyai aktivitas masing-masing. Bahkan
selama liburan, kami tidak pernah saling berkomunikasi satu sama lain. Walaupun
dalam liburan kami sedang ada rapat HMJ, tetap saja kami tidak puas dikarenakan
rapat hanya sebentar.
Ketika liburan selesai, kami akhirnya bisa lagi berkumpul
bersama. Kami saling menceritakan bagaimana kegiatan liburan yang kami jalani.
Seperti biasa ketika kumpul bersama, kami saling mengejek. Mengejek di sini
bukan berarti memaki, tetapi dalam rangka bercanda. Karena bagaimanapun, dengan
mengejek satu sama lain dapat mempererat hubungan kami.
Di sini kami mencoba menjugde orang-orang yang pemikirannya
agak berbeda dengan kami. Contohnya seperti orang-orang yang pemikiran Islamnya
kolot. Dimaksud kolot karena ketika kami berbicara tentang sejarah agama lain,
kami dianggap sebagai orang yang muallaf (baru masuk Islam). Kami pun akhirnya
terus-terusan mentertawakan pemikiran mereka.
Tapi disini kami sadar, secara tidak langsung kami membentuk
sebuah genk. Padahal seharusnya kami
tidak boleh seperti itu. Kami harusnya bergabung dengan para teman-teman yang
lain, walaupun berbeda pemikiran dan tujuan. Pada semester dua-lah kamu mulai
bermain dengan beberapa orang yang kami anggap pemikirannya “aneh”. Di situ
kami belajar menghargai pendapat orang-orang yang berbeda.
Dari situlah saya belajar arti penting kebersamaan. Di balik
kepentingan individu, saya juga memerlukan kepentingan kelompok. Karena dari
kelompok, saya belajar tentang penyelesaian masalah yang dilakukan
bersama-sama. Dari kelompok juga saya belajar menghargai pendapat yang berbeda.
Saya belajar dari kelompok, dan pada akhirnya karakter saya akan terbentuk
sebagai makhluk sosial suatu saat nanti.
0 Comments