Sumber: lpminstitut.com

Selasa, 31 Maret 2015, para peserta Training Pers Institut (TPI) melakukan kegiatan diskusi mengenai sejarah LPM Institut. Kegiatan tersebut dimulai pada pukul 16.00 WIB, yang dipimpin oleh Ketua LPM sendiri yakni Adi Nugroho. Para peserta terlihat sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Diawali dengan membahas sejarah LPM itu sendiri. Para peserta diberikan selebaran yang berisi awal mula berdirinya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) LPM Institut.

LPM Institut berdiri pada tanggal 24 Desember 1984. Didirikan oleh Sudirman Teja dan Safari ANS yang saat itu dibawah koordinasi Senat Mahasiswa. LPM sendiri awalnya bernama Lembaga Penerbitan Mahasiswa Institut, karena pada saat itu LPM ini hanya menerbitkan beberapa kabar terkait kebijakan Orde Baru yang saat itu dibawah naungan pemerintahan Presiden Soeharto. Nama “Institut” sendiri diambil dari nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Walaupun IAIN sendiri sudah berganti nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), nama Institut masih digunakan sampai sekarang.

Saat pihak kampus menerapkan kebijakan untuk membuat UKM, LPM Institut sendiri memilih memisah dari naungan senat Mahasiswa. Ini dikarenakan karena LPM sendiri memiliki ideologi tersendiri untuk berdiri secara independen. Institut memiliki beberapa alumni yang sekarang sudah bergelut di berbagai media nasional.

LPM Institut juga memiliki sejarah yang kelam. Pada tahun 2010, LPM memiliki kepengurusan yang bejumlah satu orang. Hal ini sangat sulit dibayangkan, dikarenakan Institut merupakan UKM yang sudah cukup malang melintang di bidang Jurnalistik.

Kepengurusan yang berjumlah satu orang tersebut itu dikarenakan adanya beberapa anggota yang saat itu memiliki organisasi ekstra. Sehingga ketika LPM ingin membuat berita terkait kritik tentang organisasi ekstra tersebut (HMI, PMII, IMM dan sebagainya), beberapa anggota yang mempunyai organisasi ekstra tidak terima dengan pemberitaan tersebut. Sehingga banyak anggota LPM yang saat itu sudah keluar dari UKM tersebut dan hanya menyisakan satu orang. Akhirnya, LPM membuat kebijakan untuk para anggotanya agar tidak terikat organisasi ekstra sehingga para calon anggota tidak lagi memiliki keterikatan jika LPM ingin membuat berita tentang organisasi yang bersangkutan.

Untuk menjadi anggota LPM Institut, para calon anggota dilatih untuk kuat mental. Dikarenakan risiko sebagai Jurnalis, banyak para wartawan yang diintimidasi, diteror, diculik oleh para narasumber yang tidak terima dengan pemberitaan yang terkait menjelekkan si Narasumber tersebut. Di sini juga dilatih untuk disiplin waktu. Ini akan berguna ketika jurnalis akan melakukan wawancara dengan narasumber. Jika jurnalis telat, maka narasumber tidak akan melanjutkan proses wawancara, dan wartawan sendiri dianggap tidak professional.


Hubungan LPM Institut dengan UKM Pers Mahasiswa (Persma) lainnya bisa dibilang cukup baik. Ini dikarenakan hubungan LPM Institut dengan Persma yang lain bisa dianggap seperti saudara. Bahkan pengurus LPM Institut ini adalah salah satu pelopor Persma Jakarta. Sehingga hubungan LPM Institut dengan yang lainnya dianggap tidak ada masalah.