Sumber: hipwee.com

Setiap tahun, digelar seleksi masuk sekolah maupun perguruan tinggi baru, entah itu negeri atau swasta. Itu berarti akan ada pelajar baru yang memasuki lembaga pendidikan tersebut. Kita tentu menyambut gembira semakin banyak pemuda yang mampu mencicipi pendidikan tinggi. Ditambah dengan kebijakan beasiswa yang menambah kemampuan untuk mendalami pendidikan.

Kemudian, para pelajar baru tersebut akan dihadapkan pada ritual tahunan yang digelar oleh beberapa kebijakan untuk mengenal sekolahnya. Kegiatan ini dinamakan Masa Orientasi Siswa (MOS) atau di perkuliahan disebut sebagai OSPEK. Tentunya, banyak sekali manfaat yang diperolah mahasiswa baru saat masa-masa ini.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan pelajar baru tentang lingkungan sekolahnya. Proses adaptasi ini memudahkan pelajar untuk mengenal lebih dekat para guru, karyawan, dan fasilitas di sekolah. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk melatih kedisiplinan, kemandirian, dan memotivasi siswa untuk semangat dalam belajar.

Namun, tentunya kita harus menyadari bahwasanya sistem ospek di Indonesia tidaklah seratus persen sempurna. Bagi saya. banyak kegiatan yang tidak berjalan efektif. Ospek di universitas tak ubahnya masa orientasi siswa SMA dahulu. Setidaknya itu yang terjadi di kampus saya. Dalam suatu diskusi mengenai ospek, saya pernah berkata bahwa ospek di kampus saya ini biasa-biasa saja.

Mirisnya, ospek terkadang memakan korban jiwa. Ospek juga terkadang ajang 'balas dendam' senior, ini sudah menjadi rahasia umum. Selain itu, tak jarang ospek menjadi lahan rebutan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Saya berharap ada perubahan yang membangun terkait orientasi mahasiswa baru ini. 

Agak aneh memang, OSPEK di luar negeri berbeda dengan OSPEK di Indonesia. Di sana, OSPEK mengajarkan kepada mahasiswa untuk belajar berkembang dengan kemampuannya sendiri. Mereka mempresentasikan apa yang mereka tahu kepada para senior dan dosen-dosen di universitasnya.

Coba kita bandingkan di Indonesia, mahasiswa baru tidak ada ubahnya dengan seekor ‘kacung’ di sekolah kemiliteran. Mereka dilatih dengan kemampuan fisik yang melelahkan. Tak jarang, OSPEK menyebabkan mahasiswa baru menjadi sakit fisik dan mental. Kegiatan yang seharusnya ditujukkan untuk mengarahkan, berubah menjadi kegiatan yang menakutkan.

OSPEK juga dianggap sebagai ajang balas dendam dari senior kepada juniornya. Mahasiswa yang lebih dahulu masuk ini memang lebih dulu merasakan efek dari OSPEK ini. Mereka juga sama-sama pernah merasakan bagaimana rasanya diperlakukan secara biadab oleh seniornya. Oleh karena itulah, mahasiswa yang telah menjadi senior ini membalaskan dendamnya kepada juniornya.

Ajang MOS memang seharusnya dipertanyakan. Mungkin, slogan MOS ini adalah “Senior selalu benar”. Senior bertindak sewenang-wenang kepada juniornya. Tugas yang diberikan juga sangat memberatkan. Bayangkan saja, olahraga yang seharusnya dilakukan oleh dinas militer menjadi kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa baru.

Tidak hanya pendidikan yang seni militer, OSPEK juga memberikan tugas yang menurut saya sangat tidak masuk akal. Mereka memberikan tugas seperti membawa nama makanan dengan nama yang aneh. Jika mereka tidak bawa, hukuman semi militer sudah siap di depan mata. Bahkan, senior yang semena-mena ini bertindak “modus” kepada juniornya sendiri! Betapa tragisnya kegiatan ini!

Dampak dari kegiatan ini adalah menumbuhkan sifat balas dendam kepada mahasiswa baru itu. Tidak menutup kemungkinan bahwa tahun depan mereka akan melakukan OSPEK yang sama kepada juniornya yang lain. Bahkan, bisa jadi OSPEK-nya akan menjadi lebih sadis dari angkatan mereka.

Selain menumbuhkan mental yang jelek, OSPEK juga menyebabkan kematian kepada orang yang menjalainnya. Saya sendiri melihat beberapa berita di media massa terkait kekejaman OSPEK yang berujung kematian. Bagaimana bisa senior mengubah kehendak tuhan kepada sesama manusianya.

Pengaruh OSPEK juga sangat besar kepada keadaan ekonomi darik orang tua mahasiswa. Tak jarang, kegiatan ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Bahkan orangtua mereka meminjam uang dari tetangga-tetangga di sekitarnya. Beruntung mereka yang meminjamkan tidak menagih “bunga” macam rentenir yang kita lhat di film-film.

Sejarah OSPEK sendiri berasal dari jaman Belanda. Para kompeni ini menjadikan masyarakat pribumi yang ingin menjalankan pendidikan tak ubahnya seperti sampah. Walaupun tidak ada catatan yang jelas soal ini. Yang jelas, kegiatan ini sudah dimulai sejak zaman Soekarno sampai presiden saat ini.

OSPEK ini semakin menjadi-jadi di masa pemerintahan Soeharto. Kita tahu, presiden yang memiliki latar belakang militer ini sangat berpengaruh terhadap kegiatan di universitas. Dulu, OSPEK dilakukan oleh militer-militer agar tidak ada yang menyeleweng dari keputusan presiden. Kita juga tahu bahwa sistem yang diunggulkan presiden ini adalah sistem Pancasila.

Seharusnya, kegiatan OSPEK ini tidak harus seperti kegiatan perploncoan. Kegiatan ini tidaklah harus mendewakan senior kepada juniornya. OSPEK ini juga haruslah melatih mental agar tidak menumbuhkan sikap balas dendam yang berlanjut-lanjut. Senior haruslah mengalah agar kegiatan ini tidak sampai kegiatan yang hukumnya “wajib”.                

Kita tahu, junior adalah masa depan bangsa Indonesia. andaikan junior yang dilatih seniornya memiliki mental seperti preman, bagaimanakah masa depan bangsa ini? Anak-anak merupakan masa depan yang cerah untuk memajukan bangsa Indonesia.

Saya setuju OSPEK diubah, tetapi saya tidak setuju jika OSPEK dihapus! Sistemnya saja yang harus diubah. Tidak salah jika kita mencontoh OSPEK luar negeri yang tidak memerlukan kegiatan mendewakan senior. Kita harus menumbuhkan sikap kritis, seperti diskusi dan berdebat secara sehat dengan argumen yang mereka miliki.