Menyoal tentang uang, siapapun pasti sensitif akan hal ini.
Mulai dari masyarakat biasa apalagi para petinggi negara. Belakangan ini, media
massa di Indonesia pun memberitakan keuangan negara. Adalah dana aspirasi yang
diajukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam pengajuannya dana tersebut
berjumlah Rp 11,2 triliun.
DPR berdalih, dana ini ditujukan untuk mengoptimalkan
pembangunan daerah seluruh Indonesia. Meskipun begitu, usulan DPR terkait dana
aspirasi bukan kali ini saja. Pada 2009 lalu, mereka pernah mengajukan dana
ini. Namun, Pemerintahan kala itu yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menolak
tegas usulan ini. Sebab, bila sampai terealisasi dana tersebut rentan akan penyelewengan.
Namun di masa pemerintahan Joko Widodo, DPR kembali
mengusulkan dana aspirasi. Akan tetapi usulan itu mendapat tentangan dari
beberapa fraksi di DPR. Mereka beranggapan bahwa dana ini merupakan dana
terselubung yang bisa saja digunakan untuk kepentingan pribadi maupun partai.
Adapun Fraksi yang menolak ialah Nasional Demokrat (Nasdem), Demokrat, Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Selain itu, bila merujuk pada Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) selanjutnya, maka penyelewengan dana sangat mungkin terjadi. Anggota
DPR yang terlibat kampanye seolah-olah peduli kepada masyarakat daerah
pilihannya. Demi mendapat simpati masyarakat, biasanya mereka memberikan barang
semisal bahan pangan pokok, pupuk, dan
traktor.
Terlebih, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2015 mencapai Rp 2000 triliun. Walaupun jumlah dana aspirasi hanya sebagian
kecil dari APBN, tetap saja hal tersebut mengganggu visi misi pemerintahan Joko
Widodo. Artinya, dana yang berasal dari APBN ini akan dijadikan alat kampanye
untuk mempromosikan diri mereka.
Di sisi lain usulan dana berjumlah besar itu belum tentu
memenuhi kebutuhan antar daerah. Sebab, tiap daerah mempunyai kebutuhan yang
berbeda-beda. Bisa diambil contoh Provinsi DKI Jakarta dengan Papua. Jika
dilihat dari jumlah penduduk dan luas wilayah, kedua daerah ini tidaklah sama.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa terbuka kemungkinan adanya penyalahgunaan
dana yang dilakukan pemerintah daerah.
Harian KOMPAS melansir, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) sendiri sudah memiliki anggaran terkait pembangunan daerah yang jumlahnya mencapai RP 40-50 juta per
tahun. Jika memang benar begitu, lantas apa tujuan sebenarnya dana aspirasi
ini?
Bersandar pada data di atas, penggunaan dana aspirasi ini
merupakan kekeliruan. Mestinya pemerintah lebih meprioritaskan program
pembangunan khususnya di daerah pedalaman. Meliputi pembangunan sarana
pendidikan, pembangunan sumber energi baru, dan sarana transportasi umum.
Oleh karenanya, DPR sebagai lembaga legislatif
haruslah bekerja sesuai dengan fungsi sebrenarnya, yakni merancang
Undang-Undang (UU) dan mengawasi kinerja pemerintah. Lebih lagi DPR pun harus
independen dan mendahulukan kepentingan rakyat. Pemerintah sebaiknya mengabil
langkah tegas terkaitusulan dana aspirasi.
*Tulisan ini juga dimuat di Website LPM Institut UIN Jakarta
0 Comments