Beberapa mahasiswa masih menunggu kejelasan cairnya beasiswa
DIPA 2015. Hingga saat ini, beasiswa tersebut tak kunjung turun.
Sudah hampir satu semester, Fitrotul Azizah menunggu
kepastian turunnya Beasiswa Miskin Berprestasi atau DIPA. Mahasiswi Fakultas
Ushuluddin (FU) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini
sudah kali ketiga mendaftar beasiswa DIPA. Sebelumnya ia sudah menerima dua
kali uang beasiswaDIPA, sedangkan kali ini ia belum dapat kejelasan kapan
turunnya beasiswa tersebut.
Mahasiswi semester enam ini mengatakan, beasiswa DIPA sangat
bermanfaat dalam membantu biaya perkuliahannya. Selama ini, Fitro membayar
biaya kuliahnya sendiri tanpa bantuan orangtuanya. “Saya belum kerja dan hanya
sambilan menjadi Guru Taman Pendidikan Alquran (TPA), jadi kalau beasiswa DIPA
enggak turun, mau tak mau saya minta dari orangtua,” tuturnya, Kamis (5/5).
Senada dengan Fitro, mahasiswa semester empat Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Achmad Achsan juga menanti cairnya beasiswa DIPA.
AwalnyaAchsansempat mendaftar beasiswa Bidikmisi, tetapi dialihkan ke beasiswa
DIPA oleh pihak kemahasiswaan. Sehinggaini kali pertama Achsan mendaftar DIPA.
Guna melengkapi persyaratan, Achsan haruspulang pergi dari
Jakarta keCilacap untuk mengambil berkas yang dibutuhkan. Sayangnya, status
pencairan beasiswaini tak kunjung temui titik terang. Padahal, ia juga sering
menanyakan kejelasan ke pihak kemahasiswaan. Namunsampai saat ini, Achsan masih
belum mendapat info lanjut terkait beasiswa DIPA.
Lain Achsan, lain juga Siti Nurjanah. Mahasiswi FITK
semester delapan ini mengaku terbiasa menunggu pencairan DIPA yang
berlarut-larut. Sebab, Janah sudah mendaftar DIPA sejak semester dua lalu.
“Saya mendapat dana DIPA sebesar 1,2 juta rupiah,” ujarnya, Kamis (12/5).
Senasib dengan Achsan, Janah juga harus pulang pergi dari
Jakarta ke Cirebon demi memenuhi pemberkasan yang harus dilengkapi. Dengan
biaya dari DIPA, ia bermaksud untuk meringankan beban orangtuanya. Terlebih, ia
memiliki adik yang juga mengenyam bangku perkuliahan. Mau tak mau, ia memilih
beasiswa DIPA untuk membayarbiaya kuliahnnya.
Berdasarkan Laporan Hasil Pelaksanaan Beasiswa Mahasiswa
Miskin dan Berprestasi yang didapat dari kemahasiswaan, kuota DIPA 2015
berjumlah 3.714 serta dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama, 2008
mahasiswa mendaftar lewat jalur online. Dari 2008 pendaftar, hanya 1.739
mahasiswa yang mengumpulkan berkas. Setelah melewati tahap seleksi, hanya
1.498 pendaftar yang memenuhi syarat.
Pada tahap kedua, penerima beasiswa DIPA berjumlah 413 mahasiswa.
Sedangkan tahap ketiga, ada 471 mahasiswa. Namun, pihak kemahasiswaan memberi
kesempatan padaaktivis lembaga kemahasiswaan untuk mendaftarkan namanya pada
beasiswa DIPA. Jika dijumlahkan, penerima DIPA 2015sebanyak 2.648 mahasiswa.
Pada tahap ketiga ini yang menjadi kendala terkait pencairan dana DIPA.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Administrasi Akademik
Kemahasiswaan dan Kerjasama (Kabiro AAKK) Zaenal Arfin menjelaskan,
permasalahan DIPA 2015 terdapatpada sulitnya pemberkasan. Menurutnya, banyak
keluhan dari mahasiswa semisal Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang harus
meminta dari Rukun Tetangga (RT) masing-masing. “Dulu, mahasiswa masih belum
malu untuk mengajukan SKTM, sekarang kondisinya terbalik,” katanya, Selasa
(10/5).
Zaenal menambahkan, mahasiswa yang mendaftar DIPA belum
memenuhi target kuota yang sudah ditentukan. Belum lagi, ada salah satu berkas
mahasiswa yang tak sesuai.Ia menilai, jika salah satu data ada yang salah maka
berpengaruh pada data lainnya. Hal itu menjadi salah satu penyebab dana DIPA
tidak turun.
Sama halnya dengan Zaenal, Kepala Sub Bagian Administrasi
Kemahasiswaan Budi Purwanti mengakui adanya masalah di pemberkasan. Salah
satunya yakni adanya nomor rekening mahasiswa yang tak sesuai. “Ini terlihat
saat kita memeriksa lebih lanjut ke bank. Terpaksa, kami harus mengembalikan
dananya ke pemerintah,” paparnya, Jumat (13/5).
Pada 2016 ini, pihak kemahasiswaan mengalihkan beasiswa DIPA
menjadi beasiswa berprestasi. Sebelumnya, beasiswa berprestasi sudah ada dengan
syarat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa mencapai 4,00. Zaenal
memaparkan, IPK tertinggi mahasiswa UIN Jakarta hanya 3,99. Sehingga, syarat
beasiswa berprestasi diturunkan dari 4,00 menjadi 3,50.
Terkait beasiswa DIPA, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan
Yusron Razak membenarkan kekurangan pegawai di bagian beasiswa. “Tak adanya
sosialisasi dari kami menimbulkan kesalahpahaman di mata mahasiswa,”
pungkasnya, Jumat (13/5).
*Tulisan ini juga dimuat di Website LPM Institut UIN Jakarta
0 Comments