Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta adalah salah satu kampus yang berada di Ciputat, Tanggerang Selatan. Dari kampus ini lahir berbagai cendekiawan muslim Indonesia, seperti Nurcholis Madjid, Azyumardi Azra, dan Komaruddin Hidayat.

Namun, UIN juga memiliki beberapa seluk beluk yang harus diketahui. Tak hanya tokoh, mahasiswa juga musti tahu dari mana anggaran dana yang diperoleh di UIN Jakarta. Sebagai kampus yang besar dan bernafaskan Islam, kampus ini juga harus dipantau oleh para penghuninya, terutama mahasiswa.

Jika dilhat pada sistem pemerintahan sebelum Senat (Student Government (SG)), UIN memiliki sumber dana yang berasal dari uang mahasiswa. Dahulu, uang mahasiswa dipotong sebesar 50 ribu rupiah. Uang tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah mahasiswa yang aktif mengikuti perkuliahan pada saat itu.

Setelah sistem SG diganti Senat, UIN memiliki sumber dana yang berasal dari Badan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), gaji (dosen dan karyawan), kegiatan, operasioan, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dari sinilah anggaran/dana untuk UIN Jakarta diperloleh.

Dalam pembahasan ini, saya akan menulis tentang dana yang akan dipakai oleh mahasiswa. Dana ini diatur oleh Lembaga Kemahasiswaan atau biasa disebut sebagai Wakil Rektor (Warek) Lembaga Kemahasiswaan. Warek Kemahasiswaan ditempati oleh Yusran Razak, yang tahun lalu menggantikan Sudarnoto Abdul Hakim.

Pada 2014 lalu, dana yang dikucurkan untuk mahasiswa berjumlah Rp. 3.111.348.000. Jumlah dana yang besar itu diolah dan pada akhirnya dibagi untuk Lembaga Kemahasiswaan (LK). Di UIN Jakarta sendiri, LK terdiri dari Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U), Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema-U), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Dema Fakultas (Dema-F), Sema Fakultas (Sema-F), dan Himpunan Mahasiswa Jurusan/Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMJ/HMPS).

Selain dibagi untuk LK, dana tersebut juga dibagi untuk kegiatan mahasiswa. Kegiatan tersebut berupa Pemilihan Umum Raya (Pemira) dan partisipasi mahasiswa dalam kegiatan yang berprestasi. Semisal, mahasiswa yang mengikuti olimpiade, perlombaan, dan berbagai kegiatan lainnya.

Untuk LK di tingkat universitas, Sema-U sendiri memperoleh kucuran dana sebesar Rp. 62.226.920. Dema-U mendapat dana sebanyak Rp. 72.783.650. UKM mendapat Rp. 466.701.900 dan dibagi lagi untuk jumlah total UKM keseluruhan, yakni limabelas UKM.

Sedangkan untuk LK di tingkat fakultas, Sema-F mendapat dana sebesar Rp. 163.345.665. Dema-F mendapat dana sebanyak Rp. 342.248.050. Sema-F dan Dema-F pun dibagi lagi menjadi sebelas/fakultas, mengingat jumlah fakultas di UIN ada sebelas. Kemudian, HMJ/HMPS memperoleh anggaran sebesar Rp. 456.701.500. Pembagian anggaran untuk HMJ/HMPS tergantung dari jumlah jurusan/program studi di fakultas masing-masing

Selain LK, anggaran untuk pemira juga kembali diatur. Untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperoleh dana sebesar Rp. 31.113.450. Untuk alokasi dan logistik saat pencoblosan berjumlah Rp. 217.754.220. Lalu dana untuk arbitrase memperoleh sebesar Rp. 31.113.450. Sedangkan rasio berjumlah Rp.435.588.440.

Jika ingin melihat secara presentasenya, maka Sema-U memperoleh 2,00%, Dema-U 2,5%, UKM 15%, Sema-F 5,25%, Dema-F 11,00%, HMJ/HMPS 15%, partisipasi dalam kegiatan 20%, KPU 1%, alokasi dan logistik pencoblosan 7%, arbitrase 1%, dan rasio 14%.

Setelah penjabaran data di atas, kita sendiri bisa menganalisa jumlah anggaran masing-masing. Pertama, kita melihat bahwa Sema-U dan Dema-U memperoleh dana yang sangat besar. Padahal, jika para pembaca ingin mengkritisi, mengapa mereka bisa mendapat dana sebesar itu? Coba dilihat dari rekam jejaknya, Dema-U hanya berpartisipasi di Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) saja. Sedangkan Sema-U? Silahkan cari tahu dan renungkan sendiri. Semoga pendapat saya tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.

Jika dibandingkan dengan LK yang lebih sejajar dengan keduanya, UKM, maka sudah sepatutnya jumlah anggaran ini dipertanyakan. Coba lihat, lebih banyak mana kegiatan Sema-U dan Dema-U dibandingkan UKM? Bandingkan dengan jumlah biaya yang mereka peroleh. Walaupun saya sendiri adalah anak UKM, tapi jika diperhatikan lagi, ya miris juga. Di manakah letak keadilan? Lagi-lagi, semoga pendapat saya tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan.

Tak hanya di pembagian yang dianggap tidak merata, mekanisme dalam memperoleh dana ke bagian kemahasiswaan sangatlah sulit. Anda pernah menyeleggarakan acara dengan organisasi di belakangnya? Semisal HMJ/HMPS, Dema-F, atau UKM. Anda akan siap-siap ketar-ketir karena alur pencairan dana yang sulit. Susah sekali mencairkan dana di UIN Jakarta ini.

Mengapa saya berani bilang seperti itu? Karena saya sendiri pernah mengalaminya. Pengajuan proposal akan dilayani pihak kampus setelah acara sudah berakhir. Mau tidak mau, suka tidak suka, kami harus memiliki usaha kreatif untuk memperoleh uang. Entah itu jualan, ngecrek, ataupun mencari sponsor. Barulah, kita mendapat dana dari pihak penguasa kampus. Logika terbalik. Ya, inilah kampus tercinta saya, UIN Jakarta.