Sumber: www.teenvogue.com


Pada abad ke-18, Sosialisme adalah salah satu ideologi yang diagung-agungkan di dunia. Saat itu, ideologi ini digaungkan oleh seorang filsuf bernama Karl Marx dan temannya, Frederich Engels. Awalnya, ideologi ini sempat dilirik masyarakat dunia karena menjadi salah satu faktor yang berujung pada Revolusi Prancis. Sosialisme kemudian dipakai oleh beberapa negara, seperti Rusia, China, Korea Utara, Kuba, bahkan Indonesia.

Ideologi Sosialisme sendiri berisi hak-hak yang memperjuangkan masyarakat dalam belenggu kekuasaan, yang awalnya lebih fokus di bidang ekonomi. Saat itu, masyarakat yang jabatannya pekerja mendapat perlakuan tak adil dari tuannya, terutama gaji sehari-hari yang tak mencukupi kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, masyarakat meminta keadilan dalam menuntut hak-haknya yang dianggap keterlaluan. Dari sinilah kemudian lahir dua golongan yang ada di masyarakat, yakni borjuis (pemilik modal) dan proletar (pekerja).

Karl Marx menggaungkan, apabila kaum proletar memboikot kaum borjuis, maka di sanalah revolusi akan berhasil. Ia sendiri memasukkan konflik-konflik sosial demi memperkuat ideologinya. Sebab, kaum borjuis tak bisa berbuat apa-apa tanpa adanya penggerak untuk memajukan usahanya. Dalam hal ini, penulis menyimpulkan bahwa Marx memihak pada kaum proletar yang lebih berperan dalam faktor produksi.

Namun jika ditelisik lebih lanjut, Marx juga menganalisa perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Pada awalnya, lahir kaum Feodal (pemilik tanah) mempekerjakan kaum proletar. Kemudian ia mengembangkan lagi bahwa kaum Feodal berubah menjadi kaum Kapitalis, yang kemudian memiliki faktor produksi berupa kaum Proletar. Selanjutnya, ia menyimpulkan bahwa ke depannya akan lahir masyarakat tanpa kelas. Bisa dibilang, tak ada lagi jurang terjal dalam kondisi ekonomi di masyarakat. Tak ada lagi kaum Kapitalis dan Proletar, semuanya beriringan. Teori ini kemudian dikenal dengan nama dialektika yang berisi Tesis-Antitesis-Sintetis.

Tesis adalah awal permulaan suatu kejadian yang ada di masyarakat. Antitesis adalah lawan dari Tesis, yang penulis sendiri sudah terangkan di paragraf sebelumnya. Dari pergulatan Tesis dan Antitesis, kemudian leburlah keduanya menjadi Sintetis. Semacam teori Siklus, Sintetis kemudian berubah lagi fungsinya menjadi Tesis, yang dilawan lagi dengan Antitesis, dan seterusnya.

Peter Burke dalam bukunya berjudul Sejarah Teori Sosial membandingkan model perubahan sosial yang dibuat Marx dengan Herbert Spencer. Walaupun sama-sama membahas perubahan sosial, keduanya tetap ada perbedaan.

Spencer sendiri berkata bahwa perubahan sosial masyarakat berlangsung lama dan butuh proses. Ia lebih mengangungkan evolusi karena faktor perubahan sosial di masyarakat ada bermacam-macam. Kepribadian orang berbeda-beda dalam menanggapi lingkungan sekitarnya. Dalam teorinya, ia menjelaskan dua masyarakat yang tinggal di desa dan kota.

Sedangkan Marx menyimpulkan bahwa perubahan sosial yang ada di masyarakat terjadi secara tiba-tiba, yang kita kenal dengan istilah revolusi. Dari revolusi kemudian berdampak pada hancurnya struktur yang sudah dibentuk dan berbagai peristiwa dramatis lainnya.

Namun, Burke sendiri menemukan adanya kelemahan dari teori Marx. Faktor demografis, yang menurut Burke menjadi faktor penentu perubahan sosial, nyatanya tak ada dalam pembahasan Marx. Selain itu, teori Marx hanya bergerak secara statis. Teori Marx tak memiliki banyak tawaran kepada analisis konflik sosial dalam masyarakat tersebut.