Ilustrasi: the-scientist.com

Seringkali masyarakat masih menganggap remeh penyakit influenza. Padahal, penyakit ini merupakan penyakit yang mudah menular dan bisa menjangkiti siapapun, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Hal ini disampaikan oleh Head of Medical Sanofi Pasteur Indonesia, Dhani Arifandi dalam acara Media Briefing World Flu Day 2019 pada Senin (25/11). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Sanofi Pasteur Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
World Flu Day (WFD) sendiri merupakan sebuah peringatan yang telah disepakati oleh para ahli kesehatan sedunia pada tahun 2018 lalu. Momen ini dijadikan para ahli kesehatan untuk mendorong kerja sama global dalam pencegahan dan pengendalian wabah influenza di dunia.
Dalam tujuannya, WFD memiliki empat fokus. Pertama, WFD bertujuan untuk memperingati 100 tahun pandemik influenza di dunia. Kedua, WFD bertujuan untuk mensosialisasikan kesadaran masyarakat akan risiko influenza.
Ketiga, bertujuan untuk mempercepat inovasi ilmiah dan upaya riset dalam mengatasi influenza. Terakhir, yakni mendorong terciptanya global political will yang lebih kuat untuk mendorong pencegahan dan pengendalian influenza.
Dalam acara itu, turut hadir Ketua Influenza Foundation (IIF), Cissy B. Kartasasmita. Ia memaparkan, penyakit influenza disebabkan oleh virus, bukan bakteri. Bakteri sendiri bisa disembuhkan lewat antibiotik. Sedangkan virus lebih sulit disembuhkan.
“Bisa disembuhkan dengan antivirus, tapi sulit. Oleh karenanya dibutuhkan usaha preventif atau pencegahan,” terangnya, Senin (25/11).
Setiap tahun, tambahnya, WHO bertugas untuk mengumpulkan semua jenis virus influenza di dunia. Dari data ini, mereka bisa mengidentifikasi virus influenza mana yang menyebar. Seperti virus H5N1 atau H1N1 yang beberapa waktu lalu menggegerkan masyarakat dunia.
Cissy memaparkan, setelah virus itu diidentifikasi, maka WHO akan membuat vaksin. Vaksin ini akan diserahkan kepada perusahaan farmasi di dunia untuk mengobati penyakit influenza. Dari vaksin itu, penyakit tersebut bisa dicegah penyebarannya.
Salah satu faktor penyebaran influenza sendiri bisa lewat kegiatan pariwisata. Ketua Perhimpunan Alergi-Imunologi Indonesia, Iris Rengganis menyebutkan, traveller rentan untuk terjangkit influenza. Hal ini disebabkan karena penyakit tersebut bisa menjangkit siapa saja, tak terkecuali para wisatawan.
“Penyakit ini bisa menyebar di pesawat, bandara, terminal, bis, kereta, atau beberapa tempat yang biasa didatangi turis. Bahkan, gagang pintu sampai meja makan bisa menjadi media penyebaran virus tersebut,” katanya, Senin (25/11).
Iris menjelaskan, banyak mitos yang beredar bahwa wisatawan tak perlu melakukan vaksin flu. Ia membantah bahwa mitos ini keliru. Sebab, siapa saja bisa terjangkit penyakit ini, tak terkecuali para wisatawan.
Oleh karenanya, ia menyarankan agar para turis bisa mencegah tersebarnya penyakit influenza melalui vaksin. Vaksin ini bisa mencegah dampak dari penyakit influenza, seperti radang paru, perawatan di rumah sakit, hingga kematian.
Hal yang sama disampaikan Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok Jakarta, Jefri H. Sitorus. Menurutnya, teknologi dan transportasi bisa berpengaruh penting dalam penyebaran influenza. Sebab, pertumbuhan pariwisata semakin hari kian tinggi.
“Pertemuan orang-orang dari berbagai daerah bisa menimbulkan penyakit. Kita kan tidak tahu, apakah mereka sedang terkena penyakit atau tidak. Bisa saja, kita yang awalnya tidak sakit, tapi terkena penyakit dari orang-orang lain yang ketemu saat berwisata,” tegasnya, Senin (25/11).
Oleh karenanya, Jefri memiliki pencegahan agar penyakit influenza tidak tersebar. Dalam hal ini, ia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki UU Kekarantinaan. Dari regulasi itu, pihaknya bisa mengawasi berbagai lalu lintas transportasi, baik orang, barang, hingga alat angkut.
Dari hal ini, Jefri menyebutkan bahwa ini menjadi pencegahan agar Indonesia tidak diblokade oleh negara lain. Ia mencontohkan, ada negara yang tak boleh didatangi karena tempat tersebut sedang terdampak penyakit tertentu. Oleh karenanya, upaya yang bisa dilakukan yakni lewat karantina, isolasi, vaksinisasi, dan upaya terakhirnya berupa pembatasan (blokade) secara besar.

*Artikel ini telah tayang di Airmagz