Sumber: Wikipedia |
Kekuatan Angkatan Udara Amerika
Serikat memang tak perlu diragukan. Dalam sejarah, mereka pernah memiliki salah
satu unit pesawat mata-mata tercanggih di dunia. Walaupun sudah dipensiunkan
pada tahun 1990-an lalu, pesawat ini diyakini tak ada yang mampu menandingi.
Pasca-Perang Dunia II, dunia kembali mengalami situasi mencekam. Dua
negara adidaya saat itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet, tengah beradu
kekuatan. Keduanya saling unjuk gigi dalam meluncurkan keunggulan yang dimiliki
masing-masing. Suasana ini dikenal dengan sebutan Perang Dingin.
Tahun 1950-an, Lembaga Intelijen Amerika Serikat—atau yang biasa disebut
Central Intelligence
Agency
(CIA)—tengah mengawasi kemampuan
senjata nuklir Uni Soviet yang saat itu sedang berkembang. CIA pun menerbangkan
pesawat pengintai U2 demi mencari informasi tersebut. Pesawat ini dipilih
karena memiliki keunggulan untuk terbang dalam ketinggian sekaligus menghindari
penembakan rudal oleh musuhnya.
Dari pesawat U-2, CIA mendapatkan laporan bahwa rudal nuklir yang
digarap Soviet bertujuan untuk diarahkan ke Kuba. Namun di sisi lain, U-2 juga
tak memiliki kemampuan untuk menghindari rudal apabila ditembak ke arahnya.
Alhasil pada tahun 1960, pesawat ini ditembak jatuh dan pilotnya, Gary Powers,
ditangkap.
Peristiwa ini seolah membuka lembaran konflik baru antara Amerika
Serikat dan Soviet. Saat Krisis Rudal Kuba berlangsung, U-2 lain juga ditembak
jatuh. Kemudian, lima pesawat lain pun tak luput ditembak jatuh di atas
territorial China.
Melihat pertahanan yang tak lagi memadai, para insinyur Amerika
memikirkan ulang strategi yang dibutuhkan untuk membangun pesawat. Tahun 1957,
mereka mulai membangun sebuah pesawat yang tidak dapat dideteksi radar Soviet
sekaligus mampu terbang dengan cepat untuk menghindari penembakan rudal. Pabrik
Lockheed Skunkworks pun mengembangkan pesawat baru bernama A-12 dengan sandi Archangel. Tahun 1962, pesawat ini diuji
pertama kali di Area 51 dan diproduksi sebanyak 15 unit.
Pesawat A-12 ini pun berhasil menjalankan 29 misi pengintaian di Korea
Utara dan Vietnam pada tahun 1968 dalam operasi Black Shield. Misi pesawat ini
berhasil mendapatkan informasi yang berisi pertahanan udara Vietnam Utara
sekaligus menentukan titik penempatan pasukan Amerika Serikat. Namun dalam
operasi tersebut, enam pesawat tumbang karena kecelakaan.
Kejadian ini pun menjadi bahan evaluasi Angkatan Udara Amerika Serikat
(USAF). Mereka kemudian menurunkan A-12 untuk digantikan dengan SR-71, yang
juga dikenal dengan Blackbird. SR sendiri memiliki arti Strategic Reconnaissance yang apabila diartikan menjadi pengintaian
strategis. Pesawat ini pun diproduksi sebanyak 32 unit, termasuk dua pesawat
SR-71B latih dan satu prototipe SR-71C yang dijuluki The Bastard karena penangannya yang tidak stabil.
Jika dibandingkan dengan A-12, SR-71 masih kalah kualitas karena
terbangnya tidak lebih tinggi dari A-12. Namun, pesawat pengganti ini memiliki
teknologi intelijen yang berbeda. SR-71 memiliki radar tampak samping dan dua
kamera di kedua sisi yang fungsinya untuk memetakan daratan di bawahnya. Selain
itu, Blackbird juga memiliki sistem pengintai Elektro-Magnetik yang dapat
mendeteksi sekaligus merekam lalu lintas sinyal.
Blackbird sendiri mampu terbang dengan mempertahankan kecepatan di atas
Mach 3 (3.700 km/jam) dan rekor kecepatan tertingginya mencapai Mach 3,3 (4.074
km/jam) atau Mach 3,5 (4321 km/jam). Jika dibandingkan dengan pesawat buatan
Soviet, Blackbird lebih unggul. Dua pesawat Soviet, MiG-25 dan MiG-31 hanya mampu
mencapai kecepatan di Mach 3 di waktu yang singkat saja. Sedangkan SR-71 mampu
mempertahankan kecepatan di Mach 3 selama 90 menit. Akibatnya, rudal sistem
permukaan-ke-udara (SAM) yang dimiliki Rusia tidak dapat mengejarnya, meskipun
rudal itu sudah mengunci Blackbird.
Kemampuan Blackbird tak hanya bergantung pada kecepatan. Blackbird
sendiri merupakan pesawat operasional pertama yang didesain dengan pengurangan
penampang radar yang berfungsi untuk meminimalisir deteksi radar. Ujung-ujung
runcing di bagian Blackbird bahkan dilapisi dengan cat besi-ferit penyerap
radar yang membantu untuk menurunkan deteksi radar.
Walaupun begitu, Blackbird tetap mampu terdeteksi oleh radar Soviet. Hal
ini dikarenakan adanya masalah pada tingginya panas knalpot yang dihasilkan
dari mesin. Akibatnya, partikel udara yang dihasilkan ikut terdeteksi oleh
radar.
Namun, kekurangan ini ditutupi oleh teknologi lain yang dimiliki
Blackbird. Pesawat ini dibekali radar jammer
dan electronic countermeasures lainnya
untuk membingungkan rudal lawan. Untuk mengoperasikan fitur ini, Blackbird
diharuskan terbang sekaligus mempertahankan kecepatan di ketinggian 25.908
meter. Pesawat ini juga memiliki sistem navigasi astro-inertial yang memanfaatkan bintang untuk menentukan posisi
pesawat.
Sumber: Newatlas |
Penggunaan mesin yang dipakai Blackbird sendiri memakai Mesin J58. Mesin
ini baru akan menyala apabila dighunakan dua mesin starter V8 yang dipasang
dalam pesawat. Selain itu, trietilboran yang
digunakan dalam bahan bakar akan menghasilkan api hijau selama proses
pembakaran berlangsung. Mesin J58 akan beralih ke mode Ramjet Parsial yang nantinya akan masuk ke mode kecepatan tinggi.
Dari mesin ini, maka Blackbird menjadi lebih efisien dalam penggunaan bahan
bakar walaupun terbang dalam kecepatan tinggi sekalipun.
Saat bergerak dengan ekcepatan tinggi dengan waktu yang lama, gesekan
udara yang dihasilkan pada bagian bada Blackbird akan sangat panas. Bahkan suhu
tertingginya bisa mencapai lebih dari 2.760 derajat Celcius. Oleh karenanya,
Blackbird didesain dengan titanium sebanyak 71,85% dari total keseluruhan.
Selain itu, kaca depannya terbuat dari kuarsa murni dengan sistem pendingin
udara yang membuang panas keluar dari kokpit.
Panas yang dihasilkan ini turut membuat tampak Blackbird sedikit
mengkilap. Ini dikarenakan adanya bahan bakar yang bocor dalam ratusan tangki
yang diletakkan dalam badan pesawat. Logam dalam badan pesawat ini memang
dibuat agak longgar untuk mengakomodir dari pelebaran karena reaksi suhu yang
tinggi. Kulit logam Blackbird juga dibuat bergelombang di bagian tertentu untuk
memungkinkan reaksi pelebaran logam.
Dalam menjalankan misi, Blackbird memerlukan beberapa kali pengisian
bahan bakar. Proses ini dilakukan oleh pesawat tanker khusus bernama KC-135Q
yang menggunakan boom stabil untuk mengisi bahan bakar pesawat yang sedang
terbang. Sedangkan bahan bakar khusus Blackbird disimpan di tangki terpisah.
Kemampuan Blackbird yang mampu melampaui batas normal kecepatan pesawat
ini membuat para pilot dan co-pilot harus mengenakan pakaian khusus. Keduanya
menggunakan setelan tekanan layaknya pakaian para astronot saat menjalankan
misi di luar angkasa. Selain itu, mereka juga harus menjalani pemeriksaan medis
dan diberikan makanan tinggi protein untuk bekal dalam menjalankan misi
penerbangan.
Aksi Blackbird dalam Misi
Pengintaian
SR-71 dioperasikan pertama kali pada tahun 1968 dengan pangkalan pertama
yang berlokasi Kadena Air Base, Okinawa, Jepang. Total, sudah 3.351 misi
pengintaian yang telah dijalankan Blackbird selama 30 tahun di berbagai
wilayah, seperti Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa, hingga Asia. Dalam
menjalankan misi tersebut, sebelas SR-71 hilang dalam kecelakaan. Namun, tak
ada satupun yang hilang akibat tembakan musuh.
Pesawat ini seringkali sukses dalam misi pengintaian di Vietnam. Sudah
800 rudal yang ditembakkan ke arah Blackbird di wilayah tersebut. Namun, tak
ada satupun yang berhasil mengejar kecepatan pesawat tersebut.
Dalam kisah lain, Blackbird pernah menjalankan misi penerbangan selama
11,5 jam untuk memfoto posisi Tentara Israel dalam periode akhir Perang Yom
Kippur. Sepanjang misi, pesawat ini melintasi wilayah udara Mesir dan dilacak
oleh beberapa radar ataupun pencegat. Namun lagi-lagi, tak ada satupun yang
berhasil mengikuti. Dari foto-foto yang dihasilkan Blackbird, Pasukan Amerika
Serikat berhasil menekan Tentara Israel agar segera menarik pasukannya.
Dalam menghadapi perang dingin melawan Soviet, Blackbird pun turut
memantau pengintaian di pantai Soviet. Di aksi tersebut, Blackbird berhasil
menghindari pesawat tempur asal Soviet, MiG-25, yang memiliki kecepatan Mach 3.
Bahkan, pilot Blackbird seolah mengejek lawannya lewat terbang di atas
ketinggian ataupun terbang dengan kecepatan di luar jangkauan pesawat Soviet
tersebut.
Akhir Perjalanan sang Pengintai
Walaupun kemampuan Blackbird di atas rata-rata, perawatan pesawat ini
memerlukan modal yang sangat mahal. Biayanya sendiri mencapai US$ 100 ribu per
jamnya. Bahkan, pesawat ini juga membutuhkan perawatan rata-rata selama
seminggu karena kecepatan tingginya membuat beberapa kepingan pesawat lepas.
Selain itu, satelit mata-mata dan pesawat tak berawak sudah bisa
menjalankan misis yang seharusnya dilakukan oleh Blackbird karena pesawat ini
mengandalkan teknologi 1960-an. Akibatnya, mereka tidak memiliki datalink untuk mengirimkan data
intelijennya kembali ke pangkalan. Dari sana, SR-71 dianggap tidak ideal karena
tidak menyediakan data secara cepat.
Dari pertimbangan itu, SR-71 kemudian dipensiunkan pada 1989. Namun pada tahun 1994, tiga unit SR-71 kembali beroperasi. Meskipun Senat Amerika Serikat berusaha menyelamatkan pesawat ini, pihak USAF tetap memutuskan untuk mengalihkan dana ke proyek lain. SR-71 kemudian ditarik dari layanan pada tahun 1998. Setahun kemudian, dua Blackbird NASA lainnya juga dipensiunkan.
*Artikel ini telah tayang di Majalah Airmagz edisi November 2019
0 Comments