Ilustrasi: siasat.com


Reporter, sebuah pekerjaan yang tak terpikirkan semenjak saya kecil. Saya meyakini bahwa menjadi seorang jurnalis adalah pekerjaan yang amat melelahkan. Namun semua berubah saat saya kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang saat itu isunya adalah kampus liberal.

2015 menjadi awal perkenalan saya dengan dunia jurnalistik. Saat itu, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa yang bergerak di bidang jurnalistik tengah membuka pendaftaran. Entah mengapa saya tertarik untuk mencoba bidang ini. Alasannya sederhana, saya ingin membuktikan apakah kampus yang saya ampu saat itu memang benar-benar liberal atau tidak.

Sejak saat itu saya mendalami ilmu jurnalistik. Mulai dari mengenal teori, rapat redaksi, hingga wawancara narasumber. Niat awal yang tadinya ingin membuktikan isu liberal, ternyata malah menyimpang. Saya semakin memahami bahwa isu tentang UIN Jakarta lebih seksi, dibandingkan dengan isu-isu liberal yang beredar.

Saya paham mengenai isu-isu keuangan di kampus. Saya paham tentang keluhan mahasiswa di UIN Jakarta. Saya paham bagaimana kebijakan yang disampaikan rektor beserta jajarannya. Itulah hal-hal yang saya dapat dari belajar jurnalisme di UKM lembaga pers mahasiswa di sana.

Puncaknya, saya menjadi Pemimpin Umum di UKM tersebut pada 2017 lalu. Saya semakin memahami birokrasi, mahasiswa, hingga masyarakat sekitar kampus. Banyak keluhan dan isu-isu yang didapat melalui ngopi-ngopi lucu. Mulai dari penggusuran, polemik pengelola parkir, keuangan kampus yang bermasalah, hingga distribusi beasiswa yang santer menjadi pembahasan.

Saya tidak sungkan ketika diajak bertemu orang-orang baru. Pembicaraannya sederhana, yakni masalah yang ada di kampus. Sejak saat itu, banyak teman-teman yang mau mendatangi saya untuk membicarakan isu seputar UIN Jakarta. Entah meminta pendapat ataupun langsung menjadi narasumber mengenai isu yang nantinya kami bahas di produk cetak UKM pers mahasiswa.

Pasca-lulus dari UKM, saya pun masih terjun di bidang ini. Saya memilih magang di Harian Kompas. Di sana, saya belajar hal baru. Saya tak lagi mengamati isu kampus, tapi lebih kompleks. Saya kedapatan rubrik Gaya Hidup. Bekal saya di kampus ternyata masih membantu untuk beradaptasi di media itu.

Saat ini, saya pun masih terjun di bidang jurnalisme. Sekarang, pekerjaan saya adalah reporter di Majalah Airmagz. Majalah ini membahas tentang isu-isu penerbangan, pariwisata, dan gaya hidup. Isu penerbangan ini menjadi baru bagi saya. Mau tak mau, saya harus belajar tentang seluk beluk dunia penerbangan.

Bagi saya, jurnalis hampir sama dengan tugas kenabian. Saya sendiri memiliki latar belakang Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. Di luar tugas UKM, saya turut membaca tentang hal-hal yang menjadi pembahasan di bangku kuliah. Saat Nabi menyampaikan wahyu dari Tuhan untuk memperbaiki moral masyarakatnya, jurnalisme pun hadir untuk memberikan edukasi kepada para masyarakat. Keduanya sama-sama mengemban tanggung jawab yang sama, yakni mencerdaskan orang-orang di sekitarnya.