Sumber: Jawapos.com


Akhir-akhir ini, media massa sering memberitakan tentang kasus Rohingya yang mendapat diskriminasi dari pemerintah Myanmar. Sampai saat ini, etnis Rohingya mendapatkan tempat pengungsian di daerah Aceh. Aceh adalah salah satu daerah yang menerima etnis Rohingya untuk mendapatkan tempat tinggal sementara.

Kasus tersebut adalah salah satu bentuk diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah kepada etnis yang minoritas. Indonesia adalah salah satu negara yang mayoritas beragama Islam. Faktor agama inilah yang menyebabkan pemerintah Indonesia peduli terhadap sesama manusia, yakni etnis Rohingya.

Jika kita telisik sejarah Myanmar, etnis Rohingya adalah etnis yang membela pendudukan Inggris terhadap Myanmar. Saat itu, Myanmar sedang dijajah oleh negara Inggris. Koloni Inggris mengajak kaum Rohingya untuk menjatuhkan pihak Myanmar yang mayoritas menentang pihak Inggris.

Koloni Inggris menjanjikan etnis Rohingya untuk memberikan kemerdekaan negara Myanmar dengan syariat Islam, tetapi mereka harus membela pihak Inggris. Sejak saat itu, pihak Myanmar menganggap etnis Rohingya adalah pengkhianat yang tinggal di negara mereka.

Jika dilihat dari sejarah, pihak Rohingya adalah pihak yang salah mengambil keputusan. Andai saja Rohingya membela Myanmar, etnis Rohingya tidak akan mengalami diskriminasi sampai saat ini.

Pedulinya negara Indonesia di sini adalah salah satu hal yang saya ingin pertanyakan. Mengapa kasus Rohingya yang dari luar Indonesia mereka perhatikan? Bagaimana dengan kasus pembantaian kaum Ahmadiyah dan Syiah yang dilakukan di Indonesia didiamkan saja oleh beberapa masyarakat?

Kaum Ahmadiyah dan Syiah memiliki persamaan dengan kaum Rohingya, yakni mereka sama-sama beragama Islam. Seharusnya, Islam-lah yang menyatukan mereka. Jadi, sikap peduli masyarakat Indonesia tidak boleh pilih-pilih. Harus setara dan seimbang dengan dasar kemanusiaan.

Andaikan saja pihak Rohingya mengakui bahwa agama mereka adalah Islam Syiah atau Islam Ahmadiyah, akankah masyarakat Indonesia masih mau menerima mereka? Akankah perbedaan ideologi menyebabkan prinsip kemanusiaan masyarakat Indonesia terhadap etnis Rohingya tetap sama? Entahlah, siapa yang tahu?